Pages

Saturday, December 3, 2016

Material Gedung Peta Park Hall

Untuk memenuhi Tugas Bahan Bangunan Laut, saya mengunjungi sebuah tempat bernama Peta Park. Di sana terdapat sebuat gedung utama yang cukup menarik perhatian saya. Berikut ini adalah penjelasannya.




Setelah saya berfoto, saya melakukan identifikasi terhadap bahan-bahan yang digunakan untuk membuat bangunan tersebut. hasil identifikasi yang saya lakukan  didapatkan bahwa kurang lebih proporsi material yang dipakai adalah :
Beton 75%
Besi tulangan dan Baja 15%
Kaca 10%

Dalam identifikasi bahan bahan yang digunakan untuk membuat gedung ini saya tertarik kepada besi tulangan beton.

Besi Tulangan

Proses Pembuatan Besi
Proses pembuatan besi dilakukan melalui dua tahap.
A. Peleburan Besi
Peleburan besi dilakukan dalam suatu alat yang disebut blast furnace (tungku sembur) dengan tinggi 40 m dan lebar 14 m dan terbuat dari batu bata yang tahan panas tinggi. Bahan yang dimasukkan dalam tanur ini ada tiga macam, yaitu bijih besi yang dikotori pasir (biasanya hematit), batu kapur (CaCO3) untuk mengikat kotoran (fluks), dan karbon (kokas) sebagai zat pereduksi.
Reaksi: 2 FeO3 + 3 C → 4 Fe + 3 CO2
Suhu reaksi sangat tinggi dan tekanan tanur sekitar 1 – 3 atm gauge, sehingga besi mencair dan disebut besi gubal (pig iron). Besi cair pada umumnya langsung diproses untuk membuat baja, tetapi sebagian ada juga yang dialirkan ke dalam cetakan untuk membuat besi tuang (cast iron) yang mengandung 3 – 4 % karbon dan sedikit pengotor lain, seperti Mn, Si, P. Besi yang mengandung karbon sangat rendah (0,005 – 0,2%) disebut besi tempa (wrought iron).
Batu kapur berfungsi sebagai fluks, yaitu untuk mengikat pengotor yang bersifat asam, seperti SiO2 membentuk terak. Reaksi pembentukan terak adalah sebagai berikut. Mula-mula batu kapur terurai membentuk kalsium oksida (CaO) dan karbon dioksida (CO2).
Reaksi: CaCO3(s) → CaO(s) + CO2(g)
Kalsium oksida kemudian bereaksi dengan pasir membentuk kalsium silikat, komponen utama dalam
terak. 
Reaksi: CaO(s) + SiO2(s) → CaSiO3(l)
Terak ini mengapung di atas besi cair dan harus dikeluarkan dalam selang waktu tertentu.

B. Peleburan Ulang Besi-Baja
Proses pembuatan baja dibagi menjadi beberapa tahap sebagi berikut.

  • Menurunkan kadar karbon dalam besi gubal dari 3 – 4% menjadi 0 – 1,5%,yaitu dengan mengoksidasikannya dengan oksigen.
  • Membuang Si, Mn, dan P serta pengotor lain melalui pembentukan terak.
  • Menambahkan logam aliase, seperti Cr, Ni, Mn, V, Mo, dan W sesuai dengan jenis baja yang diinginkan. 

Teknologi pengolahan besi gubal (pig iron) menjadi baja secara murah dan cepat diperkenalkan oleh Henry Bessemer (1856), tetapi sekarang sudah tidak digunakan lagi. William Siemens tahun 1860 mengembangkan tungku terbuka (open herth furnace), dan sekarang tungku yang banyak digunakan adalah tungku oksigen.
Berbagai jenis zat ditambahkan pada pengolahan baja yang berguna sebagai “scavangers” (pengikat pengotor), terutama untuk mengikat oksigen dan nitrogen. Scavangers yang terpenting adalah aluminium, ferosilikon, feromangan, dan ferotitan. Zat tersebut bereaksi dengan nitrogen atau oksigen yang terlarut membentuk oksida yang kemudian terpisah ke dalam terak.
Baja dapat digolongkan ke dalam tiga golongan, yaitu:

  • Baja karbon, terdiri atas besi dan karbon.
  • Baja tahan karat (stainless stell), mempunyai kadar karbon yang rendah dan mengandung sekitar 14% kromium.
  • Baja aliase, yaitu baja spesial yang mengandung unsur tertentu sesuai dangan sifat yang diinginkan.

Untuk mencegah perkaratan pada baja dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu:

  • Menambahkan logam lain.
  • Menggunakan lapisan pelindung.
  • Menggunakan logam yang dapat dikorbankan.
  • Melindungi secara katodik.

Praktikum Bahan Bangunan Laut 6

Pada praktikum pekan terakhir, kami melakukan uji kuat tekan beton berusia 28 hari.

Tujuan
Menentukan kekuatan tekan beton berbentuk silinder yang dibuat dengan dirawat (curing) di laboratorium. Kekuatan tekan beton adalah perbandingan nilai beban maksimum yang dapat dibebankan ke beton terhadap luas penampang beton. Agar perhitungan luas penampang beton yang akan diuji presisi maka perlu dilakukan proses capping.

Alat 
  • UTM dengan kapasitas 100 ton
Bahan
Bahan yang diperlukan adalah benda uji berupa beton silinder.


Prosedur Pengujian Benda Uji
  • Ambil benda uji dari tempat perawatan.
  • Letakkan benda uji pada mesin tekan secara sentris.
  • Jalankan mesin uji tekan. Tekanan harus dinaikan berangsur-angsur dengan kecepatan berkisar antara 4 kg/cm2 sampai dengan 6 kg/cm2 perdetik.
  • Lakukan pembebanan sampai benda uji hancur dan catatlah beban maksimum yang dapat diterima benda uji yang terjadi selama pemeriksaan benda uji sesaat sebelum benda uji hancur.
  • Lakukan langkah-langkah di atas sesuai dengan jumlah benda uji yang akan ditentukan kekuatan tekan karakteristiknya.

Hasil


Analisis
Penulis mendapatkan nilai hasil uji kuat tekan beton maksimal setelah 28 hari adalah sebesar 169,290 kg/cm2. Nilai kuat tekan ini masih kurang dari nilai kuat tekan rencana yang diinginkan, yaitu kriteria beton K-175.
Tidak tercapainya nilai kuat tekan beton rencana ini dimungkinkan disebabkan oleh adanya penambahan air pada saat pengadukan bahan-bahan campuran di mesin pengaduk, agregat kasar yang sebenarnya kurang layak untuk digunakan jika melihat hasil dari analisis saringan agregat kasar, dan adanya kesalahan saat perhitungan rancangan campuran beton. Faktor lain yang dapat mempengaruhi adalah proses perawatan beton, yaitu proses curing yang tidak dilakukan secara maksimal juga dapat mempengaruhi kuat tekan beton. Proses curing untuk beton ini hanya dilakukan dengan cara menutup beton dengan karung basah bukan merendam beton dalam air, hal ini mungkin merupakan salah satu faktor penyebab kuat tekan beton tidak mencapai target.

Praktikum Bahan Bangunan Laut 5

Pada praktikum ini, kami melakukan uji kuat tarik baja. Berikut ini adalah penjabaran isi praktikum pekan keempat ini:

Tujuan

  • Menentukan hubungan tegangan dan regangan
  • Menentukan tegangan tarik baja
  • Menentukan perpanjangan dan pengurangan luas area penampang baja
  • Menentukan modulus elastis baja
  • Menentukan tegangan runtuh

Alat
  • Jangka sorong, untuk mengukur diameter penampang
  • Universal Testing Machine (UTM), berfungsi untuk memberi dan pengontrol pembebanan pada batang baja yang diuji
  • Load Cell, untuk mengubah beban UTM dari analog menjadi digital
  • Data Logger, untuk alat pencatat data dari load cell
  • Strain Gauge, untuk mengukur regangan
Bahan
Pada praktikum ini, benda uji yang akan diuji sebanyak 6 buah untuk masing-masing jenis tulangan. Tiga benda uji yang dites mempuyai luas penampang yang berbeda-beda (diameter polos tulangan polos 8, 10, 12 dan diamater tulangan ulir 10, 13, 16). Tujuannya adalah untuk melihat pengaruh luas penampang terhadap properti baja. Benda uji yang keempat adalah baja tulangan polos 8 dan baja tulangan ulir 10 yang dibuat lebih panjang dari ukuran benda uji lainnya.
Pada salah satu benda uji tulangan polos dengan diamater 12 dipasang strain gauge yang berfungsi untuk mencatat tegangan dan regangan. Hasil tegangan dan regangan yang diperoleh dari strain gauge ini akan dibandingkan dengan tegangan dan regangan yang diperoleh dengan cara di atas.

Prosedur Percobaan
  • Persiapkan benda uji.
    • Beri nomer/nama setiap benda uji.
    • Ukur diameter dan panjang dari masing-masing benda uji.
  • Persiapkan alat.
    • Cek semua alat yang akan digunakan.
    • Lakukan kalibrasi alat.
  • Pemasangan benda uji ke mesin UTM (sumbu alat penjepit harus berhimpit dengan sumbu benda uji) dan pemasangan alat ukur.
  • Pelaksanaan pengujian.
    • Tarik benda uji dengan pertambahan beban yang konstan sampai benda uji putus. Catat dan amatilah besarnya perpanjangan yang terjadi setiap penambahan beban.
    • Amati secara visual perilaku benda uji.
    • Setelah putus, ukur diameter penampang pada dearah putus dan ukurlah panjang akhir dari benda uji.
Hasil



Analisis
Dari grafik di atas diketahui bahwa semakin besar diameter baja tersebut maka semakin besarpula nilai regangannya, namun pada baja ulir diameter 13 terdapat suatu penyimpangan dimana regangannya lebih kecil dari baja ulir dengan diameter 10.


Praktikum Bahan Bangunan Laut 4

Pada praktikum pekan ketiga, kami melakukan uji kuat tekan beton yang berusia 14 hari.

Tujuan
Menentukan kekuatan tekan beton berbentuk silinder yang dibuat dengan dirawat (curing) di laboratorium. Kekuatan tekan beton adalah perbandingan nilai beban maksimum yang dapat dibebankan ke beton terhadap luas penampang beton. Agar perhitungan luas penampang beton yang akan diuji presisi maka perlu dilakukan proses capping.

Alat 
  • UTM dengan kapasitas 100 ton
Bahan
Bahan yang diperlukan adalah benda uji berupa beton silinder.


Prosedur Pengujian Benda Uji
  • Ambil benda uji dari tempat perawatan.
  • Letakkan benda uji pada mesin tekan secara sentris.
  • Jalankan mesin uji tekan. Tekanan harus dinaikan berangsur-angsur dengan kecepatan berkisar antara 4 kg/cm2 sampai dengan 6 kg/cm2 perdetik.
  • Lakukan pembebanan sampai benda uji hancur dan catatlah beban maksimum yang dapat diterima benda uji yang terjadi selama pemeriksaan benda uji sesaat sebelum benda uji hancur.
  • Lakukan langkah-langkah di atas sesuai dengan jumlah benda uji yang akan ditentukan kekuatan tekan karakteristiknya.

Hasil

Praktikum Bahan Bangunan Laut 3

Pada praktikum pekan ketiga, kami melakukan uji kuat tekan beton yang berusia 7 hari. Namun, sebelum melakukan pengujian perlu dilakukan persiapan pengujian dahulu yaitu dengan cara melakukan curing dan capping.
Curing dilakukan setelah beton dikeluarkan dari dalam cetakan sementara capping dilakukan sesaat sebelum beton diuji kuat tekannya.

Tujuan
Menentukan kekuatan tekan beton berbentuk silinder yang dibuat dengan dirawat (curing) di laboratorium. Kekuatan tekan beton adalah perbandingan nilai beban maksimum yang dapat dibebankan ke beton terhadap luas penampang beton. Agar perhitungan luas penampang beton yang akan diuji presisi maka perlu dilakukan proses capping.

  • Tujuan Dilakukannya Proses Curing
    • Membantu berlangsungnya reaksi kimia yang terjadi antara senyawa pembentuk beton.
  • Tujuan Dilakukannya Proses Capping
    • Pembuatan capping pada permukaan beton yang akan mendapatkan beban dengan belerang atau senyawa capping lainnya. Capping dilakukan dalam rangka mempersiapkan spesimen beton silinder untuk pelaksanaan pengujian kuat tekan. Pemberian capping diperlukan untuk memastikan distribusi beban aksial yang merata ke seluruh bidang tekan silinder.
Alat 

  • Ruangan lembab dengan kelembaban relatif tidak kurang dari 95%
  • Bak yang diisi air kapur jenuh untuk curing
  • Cetakan capping yang memiliki ukuran yang sesuai dengan dimensi spesimen
  • Alat untuk mencairkan belerang yang dilengkapi dengan pemanas air
  • UTM dengan kapasitas 100 ton

Bahan
Bahan yang diperlukan adalah benda uji berupa beton silinder dan senyawa belerang khusus untuk proses capping.

Prosedur Persiapan Benda Uji
Sebelum diuji, beton harus melewati suatu proses perawatan dan persiapan untuk siap diuji. Proses yang dibutuhkan untuk mempersiapkan beton agar siap diuji adalah curing dan capping.
Untuk melakukan curing, letakan benda uji berupa beton silinder ke dalam bak perendaman di dalam air kapur dan diletakan di ruangan yang lembab.
Kemudian untuk proses capping, yang harus dilakukan adalah:

  • Siapkan serbuk belerang atau senyawa capping, pemanas dengan suhu sampai 130C (265F), dan termometer logam untuk memeriksa suhu.
  • Lelahkan serbuk belerang atau senyawa capping.
  • Setelah menjadi cari, aduk belerang cair sebelum dituangkan ke dalam cetakan capping.
  • Tuangkan belerang cair ke dalam cetakan kemudian letakkan beton silinder dengan kedua tangan di atasnya. Pastikan ujung silinder beton sebelum diletakkan dalam cetakan dalam keadaan kering.
  • Langkah ke-4 harus dilakukan dengan cepat sebelum sulfur cair membeku.
  • Ketebalan capping harus sekitar 3 mm dan tidak melebihi 8 mm
  • Sebelum dilakukan uji kuat tekan, capping harus didiamkan dahulu agar memiliki kekuatan yang sebanding dengan beton.




Prosedur Pengujian Benda Uji
  • Ambil benda uji dari tempat perawatan.
  • Letakkan benda uji pada mesin tekan secara sentris.
  • Jalankan mesin uji tekan. Tekanan harus dinaikan berangsur-angsur dengan kecepatan berkisar antara 4 kg/cm2 sampai dengan 6 kg/cm2 perdetik.
  • Lakukan pembebanan sampai benda uji hancur dan catatlah beban maksimum yang dapat diterima benda uji yang terjadi selama pemeriksaan benda uji sesaat sebelum benda uji hancur.
  • Lakukan langkah-langkah di atas sesuai dengan jumlah benda uji yang akan ditentukan kekuatan tekan karakteristiknya.






Hasil

Praktikum Bahan Bangunan Laut 2

Pada praktikum pekan kedua, kami melakukan perencanaan rancangan campuran beton. Dengan menggunakan hasil dari praktikum sebelumnya sebagai nilai parameter material campuran beton, kami melakukan perhitungan mix design sesuai prosedur di bawah ini:

Prosedur
Tahap 1 : Penentuan Nilai Slump

Jika nilai slump tidak ditentukan dalam spesifikasi, maka nilai slump dapat dipilih dari tabel di bawah untuk berbagai jenis pengerjaan konstruksi.

Tahap 2 : Penentuan Ukuran Maksimum Agregat Kasar
Untuk volume agregat yang sama, penggunaan agregat dengan gradasi yang baik dan dengan ukuran maksimum yang besar akan menghasilkan rongga yang lebih sedikit daripada penggunaan agregat dengan ukuran maksimum agregat yang lebih kecil. Hal ini akan menyebabkan penurunan kebutuhan mortar dalam setiap volume satuan beton.
Dasar pemilihan ukuran maksimum agregat biasanya dikaitkan dengan dimensi struktur. Sebagai contoh, ukutan maksimum agregat harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
dimana,
D = ukuran maksimum agregat
d = lebar terkecil di antara 2 tepi bekisting
h = tebal pelat lantai
s = jarak bersih antara tulangan
c = tebal bersih selimut beton

Tahap 3 : Estimasi Kebutuhan Air Pencampur dan Kandungan Udara
Jumlah air pencampur persatuan volume beton yang dibutuhkan untuk menghasilkan nilai slump tertentu sangat bergantung pada ukuran maksimum agregat, bentuk serta gradasi agregat dan juga pada jumlah kebutuhan kandungan udara pada campuran.
Jumlah air yang dibutuhkan tersebut tidak banyak terpengaruh oleh jumlah kandungan semen dalam campuran. Tabel di bawah ini memperlihatkan informasi mengenai kebutuhan air pencampur untuk berbagai nilai slump dan ukuran maksimum agregat.

Tahap 4 : Pemilihan Nilai Perbandingan Air Semen
Untuk rasio air semen yag sama, kuat tekan beton dipengaruhi oleh jenis agregat dan semen yang digunakan. Oleh karena itu, hubungan rasio air semen dan kekuatan beton yang dihasilkan seharusnya dikembangkan berdasarkan material yang sebenarnya yang digunakan dalam pencampuran. Terlepas dari hal di atas, tabel di bawah ini dapat dijadikan peangan dalam pemilihan nilai perbandingan air semen.
Nilai kuat beton yang digunakan pada tabel 4.3. adalah nilai kuat tekan beton rata-rata yang dibutuhkan, yaitu:
            fm = fc’ + 1,64 Sd 
dimana,
fm = nilai kuat tekan beton rata-rata
fc = nilai kuat tekan karakteristk (yang diisyaratkan)
Sd = standar deviasi (dapat diambil berdasarkan tabel di bawah ini)
Harga rasio air semen tersebut biasanya dibatasi oleh harga maksimum yang diperbolehkan untuk kondisi exposure (lingkungan) tertentu. Sebagai contoh, untuk struktur yang berbeda di lingkungan laut harga rasio air semen biasanya dibatasi maksimum 0,40-0,45.
Tahap 5 : Perhitungan Kandungan Semen
Berat semen yang dibutuhkan adalah sama dengan jumlah berat air pencampur (tahap 3) dibagi dengan rasio air semen (tahap 4).
Tahap 6 : Estimasi Kandungan Agregat Kasar
Rancangan campuran beton yang ekonomis bisa didapat dengan menggunakan semaksimal mungkin volume agregat kasar (atas dasar berat isi kering (dry rodded unit weight) persatuan volume beton. Data eksperimen menunjukkan bahwa semakin halus pasir dan semakin besar ukuran maksimum partikel agregat kasar, semakin banyak volume agregat kasar yang dicampurkan untuk menghasilkan campuran beton dengan kelecakan yang baik.
Tabel 4.5 memperlihatkan bahwa pada deraajat kelecakan tertentu (slump = 75-100 mm), volume agregat kasar yang dibutuhkan persatuan volume beton adalah fungsi daripada ukuran maksimum agregat kasar dan modulus kehalusan agregat halus.
Berdasarkan tabel di bawah ini volume agregat kasar (dalam satuan m3) per 1 m3 beton adalah sama dengan fraksi volume yang didapat dari tabel. Volume ini kemudian dikonversikan menjadi berat kering agregat kasar dengan mengalikannya dengan berat isi kering dari agregat yang dimaksud (dry rodded unit weight).
Tahap 7: Estimasi Kandungan Agregat Halus
Setelah menyelesaikan tahap 6,semua bahan pembentuk beton yang dibutuhkantelah diestimasi kecuali agregat halus. Jumlah pasir yang dibutuhkan dapat dihitung dengan 2 cara, yaitu:
Cara perhitungan berat (weigth method)
Cara perhitungan volume absolut (absolut volume method)
Berdasarkan perhitungan berat, jika berat jenis beton normal diketahui berdasarkan pengalaman yang lalu, maka berat pasir yang dibutuhkan adalah perbedaan antara berat total air, semen dan agregat kasar persatuan volume beton yang telah diestimasi dari perhitungan pada step-step sebelumnya.
Tahap 8 : Koreksi Kandungan Air pada Agregat
Pada umumnya, stok agregat di lapangan berada dalam kondisi basah (kondisi lapangan) tetapi tidak dalam kondisi jenuh dan kering permukaan (SSD).
Tanpa adanya koreksi kadar air, harga rasio air semen yang diperoleh bisa jadi lebih besar atau bahkan lebih kecil dari harga yang telah ditentukan berdasarkan tahanp 4 dan berat SSD agregat (kondisi jenuh dan kering permukaaan) menjadi lebih kecil atau lebih besar dari harga estimasi pada tahap 6 dan tahap 7.
Urutan rancangan beton dari tahap 1 sampai tahap 7 dilakukan berdasarkan kondisi agregat yang SSD. Oleh karena itu, untuk trial mix pencampur yang dibutuhkan dalam campuran bisa diperbesar atau diperkecil tergantung dengan kandungan air bebas pada agregat. Sebaliknya, untuk mengimbangi perubahan air tersebut, jumlah agregat harus diperkecil atau diperbesar.
Tahap 9 : Trial Mix
Karena banyaknya asumsi yang digunakan dalam mendapatkan proporsi campuran beton di atas, maka perlu dilakukan trial mix skala kecil di laboratorium. Hal-hal yang perlu diuji dalam trial mix ini:
  • Nilai slump
  • Kelecakan (workability)
  • Kandungan udara
  • Kekuatan pada umur-umur tertentu                          


Hasil Perhitungan Mix Design

Dikarenakan adanya sedikit perbedaan nilai komposisi antara ketiga kelompok yang akan melakukan mix design maka nilai komposisi riil yang dilaksanakan adalah nilai komposisi rata-rata dari ketiga kelompok tersebut. Sehingga komposisi riilnya adalah sebagai berikut:

Dokumentasi Praktikum









Praktikum Bahan Bangunan Laut 1

Dalam Mata Kuliah Bahan Bangunan Laut KL 2105 dilaksanakan beberapa kali praktikum demi menunjang kegiatan perkuliahan tersebut dengan baik.
Pada praktikum pertama, praktikum yang dilaksanakan adalah pengujian parameter material pembentuk beton. Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Struktur, Fakultas Teknik Sipil dan Bangunan, Institut Teknologi Bandung.



Berikut ini adalah penjabaran dan hasil praktikum yang dilakukan pada pekan pertama tersebut:


 Pemeriksaan Kadar Air Agregat
Tujuan
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan besarnya kadar air yang terkandung dalam agregat dengan cara pengeringan.
  
Alat dan Bahan
-Alat

  • Timbangan dengan ketelitian 0,1% dari berat contoh
  • Oven suhunya dapat diatur sampai (110 ± 5)0C 
  • Talam logan tahan karat berkapasitas cukup besar bagi tempat pengeringan benda uji

-Bahan
  Berat minimum contoh agregat dengan diameter maksimum 5 mm adalah o,5 kg.

Prosedur 

  • Timbang dan catat berat talam (W1).
  • Masukkan benda uji ke dalam talam dan kemudian berat talam + benda uji ditimbang. Catat beratnya (W2).
  • Hitung benda uji W3 = W2 - W1.
  • Keringkan contoh benda uji bersama talam dalam oven bersuhu (110±5)C.
  • Setelah kering contoh ditimbang dan dicatat berat benda uji beserta talam (W4).
  • Hitunglah berat benda uji kering : W5 = W4 - W1.

Hasil 
Berikut ini adalah hasil pemeriksaan kadar air agregat yang disajikan dalam bentuk tabel di bawah ini:
Analisis
Berdasarkan data hasil percobaan yang penulis dapatkan, penulis mendapat bahwa berat benda uji setelah dikeringkan di dalam oven lebih ringan daripada berat benda uji tersebut ketika belum dikeringkan di oven. Hal ini dikarenakan adanya kandungan air yang menambah berat pada benda uji tersebut. 
Setelah dikeringkan, penulis menemukan bahwa persentase kadar air agregat kasar lebih kecil dari agregat halus. Dalam ukuran volume yang sama, jumlah agregat halus akan lebih banyak karena pada agregat kasar akan terdapat banyak ruang kosong atau rongga udara. Dengan demikian, luas permukaan agregat halus lebih besar dibandingkan agregat kasar (secara keseluruhan), sehingga jumlah air yang terdapat pada agregat halus lebih banyak dibanding agregat kasar (pada volume yang sama). Saat terkena air, agregat halus lebih lama menahan air tersebut daripada agregat kasar karena jumlahnya yang banyak menyebabkan agregat halus sulit untuk menjadi kering. Air tersimpan di antara butiran-butiran agregat halus (pasir), dalam rongga udara yang sangat sempit di antara butiran-butiran agregat halus (pasir), dan menempel pada butiran-butiran agregat halus (pasir).




  Pemeriksaan Berat Volume Agregat

Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk menentukan berat volume agregat halus dan agregat kasar yang didefinisikan sebagai perbandingan antara berat material kering dan volumenya.

Alat dan Bahan
-Alat
  • Timbangan dengan ketelitian 0,1% berat contoh
  • Talam kapasitas cukup besar untuk mengeringkan contoh agregat
  • Tongkat pemadat diameter 15 mm, panjang 60 cm yang ujungnya bulat, terbuat dari baja tahan karat
  • Mistar perata
  • Sekop
  • Wadah baja yang cukup kaku berbentuk silinder dengan alat pemegang berkapasitas berikut :



-Bahan
  Benda uji yang digunakan adalah agregat halus dan agregat kasar dalam kondisi kering.

Prosedur 

Masukkan agregat ke dalam talam sekurang-kurangnya sebanyak kapasitas wadah sesuai dengan tabel di atas. Keringkan dengan oven pada suhu (110 ± 5)C sampai berat menjadi tetap untuk digunakan sebagai benda uji.

Berat isi lepas
  • Timbang dan catatlah berat wadah (W1).
  • Masukkan benda uji dengan hati-hati agar tidak terjadi pemisahan dengan menggunakan sendok atau sekop sampai penuh.
  • Ratakan permukaan benda uji dengan menggunakan mistar perata.
  • Timbang dan catatlah berat wadah beserta benda uji (W2).
  • Hitunglah berat benda uji (W3 = W2 – W1).
Berat isi agregat ukuran butir maksimum 38,1 mm (1,5”) dengan cara penusukan

  • Timbang dan catat berat wadah (W1).
  • Isilah wadah dengan benda uji dalam tiga lapis yang sama tebal. Setiap lapis dipadatkan dengan tongkat pemadat yang ditusukkan sebanyak 25 kali secara merata.
  • Ratakan permukaan dengan menggunakan mistar perata.
  • Timbang dan catatlah berat benda wadah beserta benda uji (W2)
  • Hitunglah berat benda uji (W3 = W2 - W1).
Hasil


Analisis
Berdasarkan praktikum kali ini, diperoleh bahwa agregat memiliki berat volume agregat lebih besar jika agregat mengalami perlakukan pemadatan dibandingkan dengan berat volume agregat yang dibiarkan dalam kondisi gembur. Berdasarkan pengamatan yang penulis lakukan, penulis menyimpulkan bahwa hal ini terjadi karena adanya perbedaan perlakuan antara kedua kondisi (yang dipadatkan dan yang dibiarkan gembur). 
Pada keadaan padat dilakukan penumbukan sebanyak 25 kali menggunakan mistar pada setiap lapisan kira-kira setiap dari volume wadah. Penumbukan ini memadatkan pori-pori atau celah antar agregat kasar dalam wadah. Dengan berkurangnya celah antar pori maka jumlah agregat  pada wadah semakin banyak yang mengakibatkan meningkatnya berat pada keadaan volume tetap atau dengan kata lain berkurangnya celah antar pori meningkatkan berat jenis agregat pada wadah. Berat jenis diartikan sebagai perbandingan antara berat dan volume dari suatu benda. 
Sedangkan agregat yang dibiarkan gembur atau tidak mengalami perlakuan penumbukan sama sekali memiliki celah kosong di antara agregat lebih banyak dibandingkan dengan agregat pada keadaan padat. Keadaan ini menyebabkan berat jenis agregat pada keadaan gembur menjadi lebih kecil karena berat yang lebih kecil pula. Kemudian, penulis menggunakan data berat jenis padat karena ketika penulis merancang mix design campuran beton, agregat yang digunakan adalah agregat yang telah mendapat perlakuan pemadatan.


Analisis Specific Gravity dan Penyerapan Agregat Halus

Tujuan
Menentukan specific gravity dan penyerapan agregat halus. Dari specific gravity dapat menentukan nilai bulk specific gravity, bulk specific gravity SSD, atau apparent specific gravity.

Alat dan Bahan
-Alat
  • Timbangan dengan ketelitian 0,1 gram atau kurang yang mempunya kapasitas minimum sebesar 1000 gram atau lebih
  • Piknometer dengan kapasitas 500 gram
  • Cetakan kerucut pasir
  • Tongkat pemadat dari logam untuk cetakan kerucut pasir
-Bahan
Berat contoh agregat halus disiapkan sebanyak 1000 gram. Contoh diperoleh dari bahan yang diproes melalui alat pemisah atau perempatan.

Prosedur
  • Agregat halus yang jenuh air dikeringkan sampai diperoleh kondisi kering dengan indikasi contoh tercurah dengan baik.
  • Sebagian dari contoh dimasukan ke dalam metal sand cone mold. Benda uji dipadatkan dengan tongkat pemadat (tamper). Jumlah tumbukan adalah 25 kali. Kondisi SSD diperoleh, jika cetakan diangkat, butir-butir pasir longsor/runtuh.
  • Contoh agregat halus sebesar 500 gram dimasukan ke dalam piknometer. Kemudian piknometer diisi dengan air sampai 90% penuh. Bebaskan gelembung-gelembung udara dengan cara menggoyang-goyangkan piknometer, rendamlah piknometer dengan suhu air (73,4±3)F selama 24 jam. Timbang berat piknometer yang berisi contoh dengan air.
  • Pisahkan benda uji dari piknometer dan keringkan pada suhu (213±130)F. Langkah ini harus diselesaikan dalam waktu 24 jam (1 hari).
  • Timbanglah berat piknometer yang berisi air sesuai dengan kapasitas kalibrasi pada temperatur (73,4±3)F dengan ketelitian 0,1 gram.
Hasil

Analisis
Berdasarkan data percobaan, penulis mencari dua kondisi, yaitu kondisi SSD dan kondisi kering. Kondisi SSD adalah kondisi dimana permukaan luar dari agregat dalam keadaan kering namun di bagian dalam agregat masih terdapat kandungan air di dalam rongga-rongga agregat tersebut.
Kondisi kering adalah kondisi agregat setelah dimasukkan ke dalam oven dan mengalami pemanasan sehingga bagian luar dan bagian dalam agregat seluruhnya kering. 
Penulis menganalisis dua kondisi yang berbeda ini karena pada kenyataannya, akan sulit untuk mendapatkan agregat dalam kondisi yang benar-benar kering. Namun, untuk mengetahui keadaan kering ideal sebenarnya dari agregat, penulis merasa perlu untuk mengetahui presentase absorpsi air dari agregat tersebut. Kondisi agregat yang biasa digunakan adalah kondisi SSD, sehingga dengan mengetahui presentase absorpsi air dari agregat tersebut, maka penulis akan dengan mudah menentukan jumlah air yang perlu ditambahkan untuk dapat melakukan perhitungan mix design dengan baik.

Analisis Specific Gravity dan Penyerapan Agregat Kasar


Tujuan
Menentukan specific gravity dan penyerapan agregat kasar. Dari specific gravity dapat menentukan nilai bulk specific gravity, bulk specific gravity SSD, atau apparent specific gravity.

Alat dan Bahan
-Alat
  • Timbangan dengan ketelitian 0,5 gram yang mempunyai kapasitas 5 kg
  • Keranjang besi diameter 203,2 mm (8”) dan tinggi 63,5 mm (2,5”)
  • Alat penggantung keranjang
  • Handuk dan kain pel
-Bahan
Berat contoh agregat disiapkan sebanyak 11 liter dalam keadaan kering muka (SSD = Surface Saturated Dry). Contoh diperoleh dari bahan yang diproses melalui alat pemisah atau cara perempatan. Butiran agregat lolos saringan No. 4 tidak dapat digunakan sebagai benda uji.
Berat minimum benda uji yang digunakan ditentukan berdasarkan ukuran maksimum nominal ang dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Prosedur
  • Benda uji direndam selama 24 jam.
  • Benda uji dikeringkan permukaannya (kondisi SSD) dengan menggulungkan handuk pada butiran.
  • Timbang contoh. Hitung berat contoh kondisi SSD = A.
  • Contoh benda uji dimasukan ke dalam keranjang dan direndam kembali di dalam air. Temperatur air dijaga (73,4±3)F, dan kemudian ditimbang, setelah itu keranjang digoyang-goyangkan di dalam air untuk melepaskan udara yang terperangkap. Hitung berat contoh kondisi jenuh = B.
  • Contoh dikeringkan pada temperatur (73,4±3)F. Setelah didinginkan kemudian ditimbang. Hitung berat contoh kondisi kering = C.
Hasil 

Analisis
Berdasarkan data percobaan, penulis mencari dua kondisi, yaitu kondisi SSD dan kondisi kering. Kondisi SSD adalah kondisi dimana permukaan luar dari agregat dalam keadaan kering namun di bagian dalam agregat masih terdapat kandungan air di dalam rongga-rongga agregat tersebut.
Kondisi kering adalah kondisi agregat setelah dimasukkan ke dalam oven dan mengalami pemanasan sehingga bagian luar dan bagian dalam agregat seluruhnya kering. 
Penulis menganalisis dua kondisi yang berbeda ini karena pada kenyataannya, akan sulit untuk mendapatkan agregat dalam kondisi yang benar-benar kering. Namun, untuk mengetahui keadaan kering ideal sebenarnya dari agregat, penulis merasa perlu untuk mengetahui presentase absorpsi air dari agregat tersebut. Kondisi agregat yang biasa digunakan adalah kondisi SSD, sehingga dengan mengetahui presentase absorpsi air dari agregat tersebut, maka penulis akan dengan mudah menentukan jumlah air yang perlu ditambahkan untuk dapat melakukan perhitungan mix design dengan baik.

Analisis Saringan Agregat Halus

Tujuan
Menentukan distribusi ukuran partikel dari agregat halus dengan uji saringan.

Alat dan Bahan
-Alat
  • Timbangan dan neraca dengan ketelitian 0,2% dari berat benda uji
  • Satu set saringan dengan ukuran : 
  • Oven yang dilengkapi pengatur suhu untuk pemanasan sampai (110±5)F
  • Alat pemisah contoh (sampel spliter)
  • Mesin penggetar saringan
  • Talam-talam
  • Kuas, sikat kawat, sendok, dan alat-alat lainnya
-Bahan
Benda uji diperoleh dari alat pemisah contoh atau dengan cara perempatan. Berat dari contoh disesuaikan dengan ukuran maksimum diameter agregat halus yang digunakan pada tabel perangkat saringan.

Prosedur
  • Keringkan agregat sampel tes dengan berat yang telah ditentukan pada temperatur (110±5)F, kemudian diinginkan pada temperatur ruangan.
  • Timbang kembali berat sampel agregat yang digunakan.
  • Persiapkan saringan yang akan digunakan.
  • Goyangkan saringan dengan tangan/mesin.
  • Hitung berat agregat pada masing-masing nomer saringan.
  • Total berat agregat setelah dilakukan saringan dibandingan dengan berat semula. Jika perbedaannya lebih dari 0,3% dari berat semula sampel agregat yang digunakan hasilya tidak dapat digunakan.
Hasil 


Analisis
Berdasarkan analisis grafik kurva gradasi agregat halus yang didapat dari memplotkan nilai persentase lolos kumulatif yang didapatkan dari hasil percobaan, diketahui bahwa semua titik pada kurva gradasi agregat halus berada di antara batas atas dan batas bawah standar ASTM yang digunakan, karena itulah secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa agregat halus layak untuk digunakan.


Analisis Saringan Agregat Kasar
Tujuan
Menentukan distribusi ukuran partikel dari agregat kasar dengan uji saringan.

Alat dan Bahan
-Alat
  • Timbangan dan neraca dengan ketelitian 0,2% dari berat benda uji
  • Satu set saringan dengan ukuran : 
  • Oven yang dilengkapi pengatur suhu untuk pemanasan sampai (110±5)F
  • Alat pemisah contoh (sampel spliter)
  • Mesin penggetar saringan
  • Talam-talam
  • Kuas, sikat kawat, sendok, dan alat-alat lainnya
-Bahan
Benda uji diperoleh dari alat pemisah contoh atau dengan cara perempatan. Berat dari contoh disesuaikan dengan ukuran maksimum diameter agregat kasar yang digunakan pada tabel perangkat saringan.

Prosedur
  • Keringkan agregat sampel tes dengan berat yang telah ditentukan pada temperatur (110±5)F, kemudian diinginkan pada temperatur ruangan.
  • Timbang kembali berat sampel agregat yang digunakan.
  • Persiapkan saringan yang akan digunakan.
  • Goyangkan saringan dengan tangan/mesin.
  • Hitung berat agregat pada masing-masing nomer saringan.
  • Total berat agregat setelah dilakukan saringan dibandingan dengan berat semula. Jika perbedaannya lebih dari 0,3% dari berat semula sampel agregat yang digunakan hasilya tidak dapat digunakan.
Hasil


Analisis
Berdasarkan analisis grafik kurva gradasi agregat kasar yang didapatkan dengan cara memplot nilai persentase lolos kumulatif yang didapatkan dari hasil percobaan, diketahui bahwa sebagian besar agregat kasar berada di luar batas atas dan batas bawah standar ASTM yang digunakan, karena itulah secara keseluruhan bisa disimpulkan bahwa agregat kasar sebenarnya tidak cukup layak untuk digunakan.
Agregat kasar dapat dikatakan layak digunakan apabila kurva gradasi agregat kasar yang dihasilkan berada di antara batas atas dan batas bawah dari suatu standar yang digunakan. 
Kondisi tidak ideal tersebut terjadi karena ada banyak kemungkinan kesalahan yang terjadi terutama saat teknis mengguncang saat menyaring, ada agregat yang seharusnya lolos, tetapi menjadi tidak lolos karena celah tertutup dengan agregat kasar yang lainnya. Penyebab lainnya adalah karena ukuran maksimum agregat kasar cukup besar dan memelebihi ukuran maksimum saringan yang digunakan sebagai standar.
Untuk mendapatkan kondisi ideal, yang harus dilakukan adalah melakukan pengguncangan atau penyaringan secara lebih teliti, merata, dan tepat.


Pemeriksaan Zat Organik dalam Agregat Halus
Tujuan
Pemeriksaan kadar organik pada agregat halus dimaksudkan untuk mengetahui kadar organik yang terkandung dalam agregat halus. Agregat halus yang mengandung terlalu banyak bahan organik akan mengurangi kualitas beton. Oleh karena itu, diperlukan pemeriksaan terhadap kadar bahan organik pada agregat halus yang akan digunakan apakah memenuhi syarat atau tidak.

Alat dan Bahan
-Alat
  • Botol gelas tembus pandang dengan penutup karet atau gabus atau bahan penutup lainnya yang tidak beraksi terhadap NaOH. Volume gelas = 350 ml.
  • Standar warna (Organik Plate)
  • Larutan NaOh (350 ml)
-Bahan
Contoh pasir dengan volume 115 ml (1/3 volume botol).

Prosedur
  • Masukan 115 ml pasir ke dalam botol tembus pandang (kurang lebih 1/3  isi botol ).
  • Tambahkan larutan NaOH 3 %. Setelah di kocok, isinya harus mencapai kira-kira 3/4 volume botol.
  • Tutup botol gelas tersebut dan kocok hingga lumpur yang menempel pada agregat nampak terpisah dan biarkan selama 24 jam agar lumpur tersebut mengendap.
  • Setelah 24 jam, bandingkan warna cairan yang terlihat dengan standar warna No. 3 pada organik plate (Bandingkan apakah lebih tua atau lebih muda).
Hasil 
Setelah dilakukan percobaan sesuai dengan prosedur di atas dan cairan didiamkan selama 24 jam, warna cairan menjadi lebih menyerupai warna dari indikator No. 3 pada organic plate.
Berikut ini adalah gambar yang menunjukkan hasil percobaan pemeriksaan kadar organik agregat:


Analisis
Karena warna cairan sewarna dengan indikator organic plate No. 3, maka kandungan organik pada agregat halus tidak melebihi batas toleransi. Agregat halus dapat digunakan untuk concrete mix design karena tidak melebihi batas maksimum kandungan bahan organik yang diizinkan.


Pemeriksaan Kadar Lumpur dalam Agregat Halus
Tujuan
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan besarnya persentase kadar lumpur dalam agregat halus yang digunakan sebagai campuran beton. Kandungan lumpurlebih kecil 5% merupakan ketentuan bagi penggunaan agregat halus untuk pembuatan beton dengan kualitas yang baik.

Alat dan Bahan
-Alat
  • Gelas ukur
  • Alat pengaduk
-Bahan
Contoh pasir secukupnya dalam kondisi lapangan dengan bahan pelarut biasa.

Prosedur
  • Contoh benda uji dimasukan ke dalam gelas ukur.
  • Tambahkan air pada gelas ukur guna melarutkan lumpur.
  • Gelas dikocok untuk mencuci agregat halus dari lumpur.
  • Simpan gelas pada tempat yang datar dan biarkan lumpur mengendap setelah 24 jam.
  • Ukur tinggi pasir (V1) dan tinggi lumpur (V2).
Hasil 


Berdasarkan hasil percobaan yang terlihat dari gambar di atas, di dapatkan nilai Vdan Vsebesar:
V= 4 ml
V= 168 ml
Menghitung kadar lumpur agregat halus dapat dilakukan dengan cara:

Analisis
Didapatkan kadar lumpur dalam agregat halus sebesar 2,326%. Berdasarkan ketentuan, kadar lumpur dalam agregat halus memenuhi syarat untuk campuran beton yaitu lebih kecil dari 5%.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa agregat halus yang digunakan untuk percobaan memenuhi syarat karena memiliki kandungan lumpur yang tidak melebihi batas kandungan lumpur yang ditetapkan sehingga dapat digunakan sebagai campuran beton.